Mekanisme Gerak Otot dan Timbulnya Energi Gerak Otot – Jika didasarkan pada sifatnya yang mikroskopis, gumpalan otot mempunyai ujung-ujung otot yang dinamakan dengan tendon. Diantara dua tendon terdapat bagian pusat otot yang dinamakan belli. Bagian tersebut mampu untuk melakukan kontraksi. Pada ujung-ujung ototya merekat pada tulang dengan dua tipe perekatan, yakni insersio dan origo. Penjelasan mengenai dua tipe perekatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Insersio
Insersio adalah ujung otot / tendon yang merekat pada tulang-belulang yang berubah posisi ketika otot melakukan kontraksi.
2. Origo
Origo adalah ujung otot / tendon yang merekat pada tulang-belulang yang posisinya statis (tetap) atau sedikit mengalami pergerakan pada saat otot berkonraksi.
Tiap-tiap myofibril terdiri atas susunan / satuan kontraktil yang dinamakan dengan sarkomer. Sarkomer dibatasi oleh dua buah garis yang mengandung dua jenis filament protein tebal. Filamin protein tebal tersebut dinamakan dengan myosin dan filament proteisn tipis disebut dengan aktin.
Kedua macam filament tersebut terletak saling tumpang tindih sehingga sarkomer nampak sebagai gambaran garis terang dan gelap.
Wilayah gelap yang terdapat pada sarkomer yang mengandung myosin dan aktin disebut dengan pita A. sedangkan wilayah terang yang hanya terdapat aktin disebut dengan zona H. disamping itu, dua buah sarkomer yang terdapat pada wilayah terang disebut dengan pita I.
Pada saat otot berkontraksi, myosin dan aktin saling menggelincir dan bertautan satu dengan yang lain. Hal tersebut berdampak pada memendeknya zona H dan pita I yang mengakibatkan sarkomer juga turut memendek. Di dalam otot terdapat zat yang begitu peka terhadap rangsangan yang disebut sebagai asetilkolin. Otot yang terangsang menjadikan asetilkolin terurau sehingga membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal tersebut menyebabkan otot melakukan kontraksi, sehingga bagian (otot) yang merekat pada tulang mengalami pergerakan.
Apabila otot dirangsang secara berulang-ulang secara teratur dengan interval waktu yang ideal (cukup), maka selanjutnya otot akan berelaksasi secara sempurna diantara dua kontraksi. Akan tetapi apabila jarak rangsangan begitu singkat, otot tidak berelaksasi melainkan akan melakukan kontraksi secara maksimun yang dinamakan dengan tonus. Apabila otot terus-menerus mengalami kontraksi, maka berpotensi terjadinya tetanus.
Pada saat berkontraksi, otot membutuhkan oksigen dan energi. Oksigen terdapat dalam aliran darah sedangkan energi didapatkan dari penfuraian ATP (adenosine trifosfat) dan kreatinfosfat. ATP selanjutnya akan terurai emnjadi ADP (Adenosin Difosfat) + Energi. kemudian ADP terurai menjadi AMP (Adenosin Monofosfat) + Energi. Kreatinfosfat selanjutnya akan terurai menjadi keratin + fosfat + Energo. Energi – energi tersebut seluruhnya akan didayagunakan untuk kepentingan kontraksi otot. Penguraian / pemecahan zat-zat akan memproduksi energi untuk kontraksi otot yang berlangsung dalam kondisi anaerob sehingga fase kontraksi juga dapat disebut sebagai fase anaerob.
Energi yang telah membentuk ATP berasal dari proses penguraian glikogen atau gula otot yang tidak terlarut. Glikogen dilarutkan hingga menjadi laktasidogen (pembentuk asam laktat) yang selanjutnya diubah menjadi glukosa (gula darah) + asam laktat. Selanjutnya glukosa akan dioksidasi sehingga menghasilkan energi dan melepaskan CO2 dan H20. Perhatikan skema di bawah ini :
Glikogen – Laktasidogen – Asam Laktat + Glukosa – Oksigen – 6 CO2 + 6 H2O + Energi
Secara lebih terperinci, prosesi penguraian glikogen adalah sebagai berikut :
Prosesi penguraian glikogen terjadi ketika otot dalam kondisi relaksasi. Pada saat relaksasi berlangsung, diperlukan oksigen sehingga disebut sebagai fase aerob. Asam laktat / asam susu adalah hasil sampingan dari proses penguraian laktasidogen. Penimbunan asam laktat membutuhkan banyak oksigen.
Sumber :
http://www.nafiun.com/2012/12/mekanisme-gerak-otot-dan-sumber-energi.html